Judul di atas saya salin dari berita yang dipublikasikan oleh detikinet.com. Berikut ini intinya yang ada di paragraf pertama:
Jakarta – Masjid-masjid di Indonesia yang memiliki menara di atas 30 meter sebaiknya tidak hanya mengandalkan kotak amal sebagai sumber dananya. Masjid bisa memanfaatkan menaranya untuk disewakan kepada perusahaan telepon seluler.
Menurut saya, itu adalah ide yang cerdas. Idenya sederhana tapi praktis, efektif dan workable, tidak mengawang-awang jauh dari bumi realita. Ide semacam itu memang tak lepas dari latar belakang Jusuf Kalla yang sebagai pengusaha, yang lebih suka melaksanakan hal-hal praktis dan taktis di lapangan. Maka tak heran jika ada yang menyebutnya “the real president“.
Jika membaca komentar dari berita tersebut di detikinet.com, maka banyak sekali yang menolak dengan tuduhan yang beranek ragam. Berikut ini adalah komentar terakhir yang saya lihat:
Sentot, Begini kalau duniawi lebih dominan. Segala hal dihalalkan .
darknight, Aya..Aya…Wae…
anti oportunis, ini agama juga mo dikomersilin. wong gendheng!
Saya jadi heran, apa yang salah dengan ide itu? Sampai saat ini saya tidak mengetahui ada dalil yang mengharamkan optimalisasi utilitas masjid. Bahkan setahu saya, jaman Rosulullah dan Khalifah, masjid adalah pusat berbagai kegiatan (politik, ekonomi, sosial, budaya, dll). Banyak masjid, seperti di masjid UI, yang ada ruang counter untuk menjual barang dagangan, tentunya itu akan memberi manfaat pada kesejahteraan masjid. Bahkan beberapa counter tidak dikelola sendiri oleh pengurus masjid, tapi disewakan kepada pedagang. Lalu apa bedanya dengan menyewakannya ke perusahaan ponsel?
Jangan sampai kita terjebak dalam pemujaan simbol yang berlebihan sehingga lupa akan esensi. Kecuali jika ada yang menyewa menara untuk dipasang tanda salib atau reklame atheisme, maka wajib ditolak. Menara ponsel adalah layanan yang tidak punya muatan ideologis. Satu-satunya “ideologi”nya hanyalah uang. Lagi pula, dalam urusan uang semua orang ideologinya sama. Dalam urusan muamalah, tidak ada muslim ataupun kafir. Semua disatukan dengan azas manfaat.
Yang terpenting adalah, bahwa hasil dari penyewaan menara masjid tersebut dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masjid. Tujuan ukhrowi harus disokong oleh usaha duniawi.
bener banget mas, sudah saatnya kita berpikir efektif. gak selayaknya masjid hanya mengharapkan amal untuk operasionalnya. bagaimanapun kemandirian masjid menjalankan fungsinya akan memaksimalkan peranannya sebagai pusat kegiatan umat muslim. berbeda lho dengan mengkomersialkan masjid, tetapi mendayagunakan sesuatu yang sudah ada hingga menjadi bermanfaat dan menghindari mudharat adalah jauh lebih baik dari pada sekedar berdebat ini halal atau haram, atau berkata bid’ah.
setuju
ijin copas ke note FB ku ya mas..