Seorang mahasiswa semester satu (1) yang baru saja duduk di bangku PTN ternama di Jakarta mengirimkan surat kepada kedua orang tuanya di desa nun jauh di pelosok Jawa Tengah. Begini isi suratnya:
“Bapak dan Ibu, alhamdulillah, saat ini saya sudah mulai kuliah di Jakarta. Kuliahnya dari pagi sampai siang. Teman-temanku di sini baik-baik, malah banyak juga yang berasal dari daerah. Saya juga sudah kost, biayanya agak mahal per bulan. Oh ya, Bapak dan Ibu, nilai IP saya semester satu (1) ini sudah keluar, yaitu 3,5. Doakan saya semoga kerasan tinggal di Jakarta”.
Sebulan kemudian, mahasiswa tersebut menerima balasan tersebut;
“Anakku, alhamdulillah kamu sudah mulai kuliah. Kami berdua mengharapkan kau cepat lulus dan membantu menyekolahkan adik-adikmu. Mohon maaf bila bulan depan uang kiriman kami agak telat, soalnya harga gabah sedang turun, kata orang-orang desa akibat import beras”.
“Cuma kami agak sedikit kecewa melihat nilai kamu. Di Ibtidaiyah, Tsanawiyah hingga Aliyah, nilai kamu kan tidak pernah di bawah 7, malah sering 8 dan 9. Kok sekarang cuma 3,5? Ayo nak, rajin-rajinlah belajar”
“Jangan-jangan ini karena kamu ndak fokus ke kuliahmu ya? Mungkin karena kamu ikut-ikutan kost yang bayarnya mahal itu? Makanya nak, jangan dilakoni semua, kalo mau kuliah ya kuliah, kost ya kost, jangan dua-duanya”
—————————————————
Cerita tersebut secara tidak sengaja saya dapatkan dari internet. Saya jadi inget sama temen saya (lebih tepatnya senior saya di FEUI) yang bernama ******. Ini adalah kisah nyata dari dia. He he he. God blesses you, kang…. Semoga sukses terus….
Secara perjuangan, rrruar biasa teman kita Si F**** itu. Bayangkan sendiri! Loncatan kelas yang dahsyat. Meretas jalan menuju modernitas NO, Nahdlatul Oelama. U baru adalah U, dan U LAMA adalah OE. Sebagaimana ce baru adalah C dan ce lama adalah TJ.
Secara narciso: visit mine, lingkarluar.wordpress.com, hahahaha….
Baru aja ketemu lagi dengan Mas ****** di sebuah apartemen. Cerita ke sana ke mari, mengungkit kekonyolan masa lalu, bernostalgia dengan penderitaan semasa kuliah. He he he.
Ada cerita yang baru saja saya tahu. Ternyata dia menceritakan IPK nya 3,5 kepada orang tuanya itu adalah strategi dia untuk diijinkan pindah fakultas. Seperti kita tahu, sebelumnya dia di Fakultas Sastra kemudian pindah ke Fakultas Ekonomi.
Jadi dia mengatakan bahwa di Fakultas Sastra dia “cuma” bisa dapet nilai 3,5 sebagai alasan bahwa Fakultas Sastra sudah tidak cocok lagi buat dia. He he he.
woalahhh kang… pak mbok mu kok kamu bohongin dengan baik. he he he….